Selasa, 12 November 2013

Legenda Telaga Warna Dieng














Dataran Tinggi Dieng adalah salah satu Destinasi Wisata di Jawa Tengah yang cukup Populer di Kalangan para Wisatawan Nusantara.  
Dan salah satunya adalah Objek Wisata Alam Telaga Warna yang akan membuat Pandangan anda termanjakan oleh pesona alam tanah para Dewa.
Objek Wisata yang satu ini memiliki luas 39,60 ha. yang merupakan bekas letusan Gunung Purba Dieng yang terjadi pada masa kuarter atau ratusan tahun silam yang kini sudah tidak aktif lagi dan menjadi kantong air hujan.

Berdasarkan dari Catatan Prasasti Sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang Memilh Dieng sebagai Pusat Pendidikan dan Pusat Peribadatan Masyarakat Hindu Kuno di Tanah Jawa sekitar abad ke 8 masehi yaitu pada masa Pemerintahan Raja Rakai Warak Dyah Manara. Dan sampai sekarang pun Dieng masih terselimuti kabut Misteri dan banyak Filosofi yang ada di Gunung Tempat Bersemayamnya Para Dewa ini , dan salah satunya adalah Taman Wisata Alam Telaga Warna yang memiliki Filisofi Tatanan Pesan Moral Jawa.

Makna yang diambil dari warna air yang ada di Telaga Warna yang melambangkan lima unsur Manusia atau disebut juga ” Sedulur Papat Kalima Pancer ” yang berarti bahwa kita manusia yang terlahir dari kandungan seorang ” ibu ” yang kelak akan menjalani kehidupan yang intinya kita harus ingat kepada ” Sang Pencipta ”serta Menghormati ibu dan hidup bermasyarakat menurut ajaran Agama.

Sabtu, 09 November 2013

Keunikan Mistis Di Dataran Tinggi Dieng ( Ruwatan Rambut Gimbal )















Dieng memang dianggap memiliki nuansa mistis. Salah satu keunikan mistis yang bisa di jumpai di Dieng adalah fenomena anak gimbal. Anak-anak asli dataran tinggi Dieng ini memiliki rambut gimbal yang alami dan bukan sengaja dibuat sebagai hair style seperti yang sering kita jumpai.

Penduduk setempat percaya bahwa anak-anak ini merupakan titipan penguasa alam gaib. Mereka juga meyakini bahwa rambut gimbal baru bisa dipotong setelah ada permintaan dari si anak gembel sendiri. Permintaan tersebut harus dituruti, tidak boleh kurang ataupun lebih. Si anak bisa meminta apa saja, belum lagi ritualnya, hal ini jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Meski begitu, mereka tidak berani melanggar mitos ini karena memotong rambut gimbal sebelum waktunya bisa menyebabkan si anak sakit dan rambutnya kembali menjadi gimbal.

Sebelum ritual pemotongan rambut, biasanya dilakukan doa bersama memohon supaya acara berjalan lancar. Kemudian pada malam harinya dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu ritual pencucian benda pusaka untuk kirab upacara keesokan harinya.

Esoknya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.

Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak gimbal di sumur Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat memasuki sumur Sendang Maerokoco tersebut anak-anak gimbal dilindungi payung robyong dan kain panjang di sekitar Sendang Maerokoco. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran rambut gimbal.

Ruwatan rambut gimbal merupakan acara tahunan yang masuk dalam rangkaian Dieng Culture Festival (DCF). Anda beserta keluarga bisa menyaksikan arak-arakan kereta kuda yang membawa anak-anak gimbal ini keliling kampung. Mereka diiringi para abdi berpakaian adat Jawa dan juga diikuti tarian yang dimeriahkan dengan permainan gamelan yang bernuansa tradisi Islam dan Jawa .Penasaran seperti apa ritual cukur gimbal yang penuh aura mistis? Datang saja ke Dieng di bulan Juli.

Jumat, 08 November 2013

Air Terjun Sirawe Dieng ( pesona baru wisata dieng )















Pesona baru wisata Dieng, begitulah para pengunjung menjulukinya. 
Tempat wisata air terjun yang masih perawan ini berlokasi di Dukuh Bitingan, Desa Wisata Kepakisan tak jauh dari lokasi sumber air panas. 
Pesona air terjunnya tak kalah dengan obyek-obyek sejenis yang di temui selama ini. Di ketinggian kurang lebih 70 meter, muntahan air dari sungai rawe itu membentuk pancuran raksasa yang bercampur dengan kabut, sehingga menampilkan pemandangan yang benar-benar mempesona. Gumpalan kabut yang menempel di batu cadas itu tersapu air terjun, bak kain kelambu putih jika dilihat dari kejauhan. 

Perjalanan menuju curug dapat ditempuh dengan motor dan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Jalan menuju curug belum terjamah aspal sehingga perjalanan akan perlu perjuangan. Begitu pula saat harus berjalan kaki menuju curug. Jalan setapak di dalam hutan yang masih rimbun cukup menyulitkan namun tetap bisa dilalui. Setelah hampir setengah jam berjalan akan mulai terdengar suara air mengalir deras.

Ada dua jalur untuk menuju lokasi :
Pertama, menggunakan jip dari Dukuh Pawuhan menuju Dukuh Bitingan, Desa Kepakisan, Batur Banjarnegara. Dari tempat itu, perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki menuju air terjun, lalu ke hutan perawan, kemudian Dukuh Sigemplong (Kabupaten Batang) dan berakhir di Kecamatan Bawang, Batang.
Kedua, langsung berjalan kaki dari Dukuh Pawuhan menuju Dukuh Rejosari-Dukuh Sigemplong (keduanya masuk wilayah Kabupaten Batang), Air Terjun, Hutan Perawan, dan berakhir di Kecamatan Bawang.

Perjalanan menuju Curug Sirawe memang bak memasuki dunia baru, kawasan yang jarang dilewati orang dan jauh berbeda dari kondisi Dataran Tinggi Dieng pada umumnya. Yang ada hanya berupa jalan setapak. Bahkan tak jarang, beberapa ranting atau semak menutup jalur yang akan dilalui.

Berjalan kaki menelusuri hutan, menuju obyek itu jika di nikmati merupakan perjalanan petualangan. Bagi kawula muda yang suka tantangan, asik banget buat lokasi trakking alias menyusuri hutan dengan jalan-jalan santai, sambil belajar mengenal alam dari flora dan fauna yang ada di hutan itu, sekaligus menikmati keindahan ciptaan-Nya. Jalan terjal naik turun dan berliku-liku, justru merupakan tantangan tersendiri bagi yang suka berpetualang.


Selasa, 05 November 2013

Candi Arjuna dan Museum Kaliasa ( kedamaian dan kemesteriusan istana siwa berkepala tiga )

















Kompleks Candi Arjuna memberikan nuansa lain daripada sekedar tempat persembahyangan umat Hindu pada masa lalu. Sedikitnya relief dan prasasti yang mengungkap tentang latar belakang candi ini menjadikannya sebagai salah satu candi paling misterius di Asia

CANDI ARJUNA
Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara

Kekayaan budaya peninggalan kejayaan masa lalu tersebar di setiap penjuru nusantara. Salah satunya adalah kompleks Candi Arjuna yang merupakan salah satu candi tertua di Jawa. Di dalam kompleks ini hanya tinggal 5 candi berusia lebih dari seribu tahun yang masih berdiri dengan kokohnya. Di sore yang cukup dingin itu kompleks candi cukup ramai dengan pengunjung. Wisatawan dari dalam maupun luar negeri berkeliling untuk melihat dari lebih dekat bentuk dan bangunan candi. Suasana terasa santai dan damai. Sekelompok anak muda memanfaatkan tanah lapang di sebelah kanan candi untuk bermain sepak bola.

Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris bernama Van Kinsbergen pada tahun 1814. Berbeda dengan candi-candi lain yang sebagian besar ditemukan terpendam di dalam tanah, candi-candi di dataran tinggi Dieng ini pada waktu itu terendam air rawa-rawa. Proses pengeringan dimulai lebih dari 40 tahun kemudian. Entah siapa yang memberi ide, candi-candi ini kemudian diberi nama sesuai dengan nama-nama tokoh pewayangan oleh penduduk sekitar. Candi utamanya adalah Candi Arjuna, yang berhadapan dengan candi berbentuk memanjang dengan atap limasan yang sering disebut sebagai Candi Semar.

Di sebelah kirinya berdiri berjajar Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Puntadewa memiliki bentuk yang hampir mirip dengan Candi Arjuna, sementara Candi Srikandi dan Candi Sembadra sedikit lebih kecil dan pendek. Berdasarkan cerita penduduk sekitar, Candi Puntadewa berada di tengah-tengah Srikandi dan Sembadra sebagai penengah bagi kedua kakak beradik yang sama-sama menjadi istri dari Arjuna tersebut.

Indahnya taman dengan pohon-pohon cemara dan bunga-bunga di sekeliling kompleks candi menghadirkan nuansa keindahan di tengah kedamaian dan keheningan suasana. Di kejauhan nampak asap putih yang mengepul tiada henti dari kawah-kawah vulkanik yang banyak terdapat di Dieng. Perbukitan dan pegunungan yang mengelilingi menambah kesan damai di hati. Banyak muda-mudi yang memanfaatkan keindahan dan keheningan kompleks candi ini untuk berduaan dengan pasangannya. Berjalan perlahan di tanah berumput yang mengelilingi candi sambil mengagumi keelokan alam ciptaan Tuhan dan menghirup udara segar yang hampir tidak mungkin ditemukan di tengah perkotaan. Tanah berumput itu terasa empuk dan membal. Ternyata benar. Karena dulunya merupakan tanah rawa-rawa maka kandungan air dibawah tanah di sekeliling candi masih cukup tinggi. Sebagai akibatnya, berjalan di atas tanah itu akan terasa seolah berjalan di atas busa.

Trimurti di Candi Srikandi

Kompleks Candi Arjuna merupakan candi hindu tertua di Pulau Jawa yang diperkirakan dibangun pada tahun 809 M dan merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini terlihat dari adanya Lingga dan Yoni di dalam candi utama, serta arca Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya di relung-relung bangunannya. Namun arca-arca ini sekarang ditempatkan di dalam Museum Kaliasa, tidak jauh dari bangunan candi. Secara arsitektur, Candi Arjuna masih dipengaruhi oleh budaya India yang sangat kental. Bentuknya mirip dengan candi di India selatan yang disebut Wimana. Sementara itu Candi Semar kemungkinan besar mengambil bentuk mandapa, yang menjadi bagian dari candi di India, sebagai tempat untuk para peziarah dan festival.

Tidak banyak relief yang ditemukan di kompleks candi ini. Hanya ada relief yang menggambarkan ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu dan Brahma, yang semakin memperkuat bukti bahwa candi ini adalah candi Hindu. Namun anehnya, relief ini tidak dipahatkan pada candi utama. Penggambaran ketiga dewa ini terdapat pada dinding-dinding Candi Srikandi. Sementara dinding candi-candi lainnya nampak polos. Tidak ada satupun dari 12 prasasti yang ditemukan menjelaskan mengenai hal ini. Hanya ada hiasan Kala di pintu masuk candi serta relung tempat arca-arca disemayamkan.

Siwa Berkepala Tiga di Kaliasa

Puas menikmati keindahan dan kedamaian Candi Arjuna, melangkahkan kaki mengikuti jalan setapak yang menuju kearah barat daya. Kurang lebih 10 menit berjalan kaki, sampailah di pelataran sebuah candi kecil yang sering disebut dengan Candi Gatotkaca. Deretan toko dan warung berdiri berjajar di dekatnya, menyediakan berbagai souvenir maupun makanan dan minuman khas Dieng.

Di seberang jalan, di lereng bukit berdiri sebuah museum bernama Museum Kaliasa. Terdapat 4 bangunan dimana dua duantaranya difungsikan sebagai ruang pamer berbagai macam benda dan artefak peninggalan sejarah. Kebanyakan barang yang dipamerkan adalah arca-arca dan batu-batu dari kompleks candi-candi yang ada di Dieng. Yang paling menarik adalah adanya arca Siwa berkepala tiga yang sering disebut dengan Siwa Trisirah. Siwa Trisirah diketahui merupakan bentuk pemujaan terhadap Siwa yang tertua. Selain itu museum ini juga memajang berbagai informasi mengenai kehidupan khas masyarakat asli Dieng, kesenian tradisionalnya, serta informasi mengenai anak gimbal yang fenomenal itu. Juga terdapat sebuah ruang teater untuk memutar film dokumenter mengenai Dieng dan potensi alam maupun budayanya untuk pengunjung yang berjumlah minimal 10 orang.

Keluar dari ruangan museum, berjalan menaiki anak tangga batu menuju ke bangunan yang terletak paling tinggi. Ternyata bangunan ini berfungsi sebagai kafe. Sembari melepas lelah setelah mengelilingi candi dan museum, duduk di dalam kafe sambil menghirup minuman panas dan menikmati pemandangan Dataran Tinggi Dieng yang mempesona dari jendela sungguh sayang untuk dilewatkan.bagai kafe. Sembari melepas lelah setelah mengelilingi candi dan museum, duduk di dalam kafe sambil menghirup minuman panas dan menikmati pemandangan Dataran Tinggi Dieng yang mempesona dari jendela sungguh sayang untuk dilewatkan.

Sabtu, 02 November 2013

Kawah Candradimuka ( cerita di pewayangan )













Barangkali pernah mendengar perihal Kawah Candradimuka di cerita pewayangan, yaitu tempat GatutKaca diJedi (rebus) sehingga memperoleh kesaktian Otot Kawat Tulang Besi. Kurang lebih demikianlah legenda mengenai Kawah ini.

Kawah Candradimuka terletak di atas bukit dikelilingi pemandangan lembah alami nan Eksotis  khas Dataran Tinggi Dieng, sekitar 6 Kilometer dari kawasan Wisata utama Komplek Candi Arjuna, tepatnya di desa Pekasiran Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.

Kawah ini termasuk Kawah Aktif. dari Dalam Kawah masih sering muncul Semburan Gas namun Tidak berbahaya. Kondisi Kawah yang cukup Luas memudahkan pengunjung untuk melihat pemandangan Kawah Candradimuka beserta aktivitasnya dari berbagai sudut pandang dan jarak relatif dekat.




Kamis, 31 Oktober 2013

Panorama Dieng di lihat dari Gunung Pakuwaja











Panorama Dieng dengan sudut pandang yang berbeda , dapat dilihat di Gunung Pakuwaja .Terletak di selatan gunung sikunir , Gunung di ketinggian kurang lebih 2413 m dpl ini memiliki jalur pendakian yang lebih mudah dengan jarak tempuh antara setengah hingga satu jam . Start dari desa Sembungan sepanjang perjalanan anda akan melihat perladangan penduduk , rerumputan dan semakin naik anda akan menjumpai batu andesit berserakan . Dari berbagai informasi yang didengar , dari batu-batu andesit gunung Pakuwaja lah komplek Candi di Dieng dibangun .

Yang unik dari Gunung Pakuwaja adalah di puncaknya bisa melihat batu besar menjulang berbentuk serupa Menhir . Menurut mitos yang beredar , Batu tersebut adalah Pakunya jawa.

Dari Puncak Gunung Pakuwaja anda bisa melihat lanskap dataran tinggi Dieng dengan lebih leluasa . Kawasan Wisata telaga warna , Kawah Sikidang , Komplek Candi Dieng , tampak berbeda dilihat dari sudut Pakuwaja . Pemandangan Sunrise di Pakuwaja juga tidak kalah menarik dari Penampakan sunrise di Sikunir .

Rabu, 30 Oktober 2013

Misteri Sumur Raksasa Jalatunda Dieng








Salah satu Objek Wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng yang terletak di sebelah barat Pegunungan Dieng ini adalah Objek Wisata Alam yang terbentuk akibat letusan Gunung purba  ratusan tahun silam  , hingga kini menyisakan sebuah lubang raksasa yang terisi air hujan dan mata air di sekitar sumur tersebut , bisa dikatakan sumur raksasa karena sumur tersebut  berdiameter kurang lebih 90 meter dan mempunyai kedalaman ratusan meter , dan Asal usul nama dari sumur tersebut berasal dari cerita pewayangan atau mahabarata yang konon katanya digunakan sebagai tempat Penghubung Dunia dengan Bumi lapis ke tujuh ( Sapta Pratala ) .

Dan menurut cerita Masyarakat atau mitos yang berkembang sumur tersebut adalah bekas pijakan kaki sang Bima ( Tokoh pewayangan ) yang saat itu sedang marah lalu Menancapkan kakinya ke tanah sehingga terbentuklah lubang raksasa tersebut yang kini dinamakan oleh masyarakat sekitar dengan nama Sumur Jalatunda , dan tak jauh dari sumur  tersebut juga terdapat Objek Wisata Alam yaitu Kawah Candra Dimuka yang menyuguhkan Pemandangan berupa Semburan air panas ( Fumarola ) setinggi 1 meter  , dan asal usul  nama dari Objek Wisata tersebut juga diambil dari cerita pewayangan mahabarata yang konon katanya tempat tersebut adalah Petirtaan sang Gatotkaca ( Tokoh pewayangan ) yang digunakan untuk Meningkatkan ilmu kesaktianya guna membasmi Kejahatan di muka bumi .

Dengan letak geografik Dieng yang demikian sebagai area vulkanik atau kepundan aktif dan merupakan daerah lingkaran vulkanik atau Gunung api ( ring of fire atau cincin api  ) sehingga kawasan Dieng tak lepas dari banyaknya objek wisata alam yang terjadi akibat letusan gunung purba Seperti Kawah Sikidang , kawah Sibanteng , kawah Candra Dimuka , Kawah Sikendang , Kawah Timbang , Kawah Pager Kandang , dan  Kawah Siglagah , dan dengan adanya aktivitas di Pegunungan Dieng tersebut tak lepas dari manfaat  Alam Sekitar atau Potensi Sumber Daya Alam yaitu berupa Panas Bumi yang kini diolah sebagai Pembangkit Listik tenaga panas Bumi ( Geothermal ) Unit Dieng oleh PT. GEO DIPA ENERGI DIENG .

Selasa, 29 Oktober 2013

Kawah Sikidang Dieng ( serasa di planet lain )









Kawah Sikidang adalah salah satu Kawah Vulkanik di Dataran Tinggi Dieng yang masih aktif hingga saat ini.

Nama Sikidang diambil dari kata Kidang (bahasa Jawa) yang artinya Rusa. Nama ini diberikan karena Kawah sikidang sering berpindah-pindah dari Kepundan satu ke kepundan yang laen, dan yang paling menarik, Kawah ini bisa dilihat langsung dari bibir Kawah.

Kawah Sikidang Dieng adalah salah satu obyek wisata populer di Dieng Jawa tengah . Penampakan aktivitas vulkanik ini memberi  daya tarik tersendiri bagi para wisatawan dan merupakan salah satu tujuan utama dari beragam obyek di Dieng yang paling sering dikujungi.

Menginjakan kaki di dataran putih menghampar yang merupakan tumpukan endapan belerang memberi kesan seakan-akan kita sedang di planet lain. Sementara Nuansa kontras justru terasa saat melihat pemandangan di sekeliling yang dominasi oleh  warna hijau bebukitan serta mata air yang membentuk anak sungai.
Ketakjuban akan kian terasa saat mendekati bibir lubang kawah. Semburan air mendidih berwarna abu-abu pekat yang meloncat-loncat disertai asap putih mengepul, Kadang dari sekitar lokasi juga tercium aroma belerang yang menyengat tapi hal tersebut bukanlah penghalang untuk menikmati keindahan pesona kawah sikidang.

Senin, 28 Oktober 2013

Sejarah dan makna Telaga Pengilon Dieng







Sekilas asal usul nama danau atau telaga di dataran tinggi dieng , berwisata alam ke taman wisata Telaga Warna Dieng wonosobo, kita juga bisa mengunjungi salah satu danau yang berada tidak jauh dari Telaga Warna dieng itu sendiri, tepatnya di sebelah selatan dari komplek Goa Alam dieng ( Goa semar, Goa Sumur, dan Goa Jaran ).

Kawasan wisata alam yang memiliki luas kurang lebih 40 h tersebut memiliki dua danau dalam satu cekungan. Faktor letusan yang membentuk kaldera dan menjadi objek wisata alam itu masih membentuk cekungan raksasa dan berfungsi sebagai tadah air hujan serta menimbulkan mata air di sekitar danau.

Telaga Pengilon bagi masyarakat dieng di gunakan untuk area pemancingan dan sebagai sumber mata air dalam kegiatan pertanian terutama di musim hujan ( irigasi ). Sejarah nama Pengilon ( jawa ) bisa juga di sebut Cermin dikarenakan kondisi warna air danau yang sangat jernih. untuk mengelilingi objek wisata yang satu ini kita bisa masuk dari arah pintu utama di kawasan Telaga warna.

Dengan mengunjungi area Telaga Pengilon artinya kita dapat ( sedang ) bercermin. Apakah dalam perjalanan rohani kita ini telah mampu mengendalikan hawa nafsu dalam diri kita belum dan yang di simbolkan dengan warna air Telaga Warna yaitu nafsu Amarah, Angkara, dan Mutmainah. ( merah ,  hijau ,  kuning ).

Lalu nafsu-nafsu apakah yang sedang menguasai diri kita sebab, dengan bercermin mengetahui bayangan kita sendiri, selanjutnya kita akan mengenali diri kita akan mengenal Tuhan sebagaimana yang di ungkapkan dalam pepatah kuno  ( Sumurup-Sumerap-Sumerep ). Dan kita pun akan mengerti, mengetahui, dan melihat, sehingga akan mencapai derajat kesempurnaan diri pribadi.

Minggu, 27 Oktober 2013

Salju Dieng ( Dieng bagaikan Eropanya Indonesia )




Dataran Tinggi Dieng selain sebagai Destinasi Wisata juga merupakan salah satu tempat menarik serta memilki Keajaiban yang cukup unik yaitu adanya Fenomena Alam yang terjadi pada Musim Kemarau di bulan Juni-Agustus

Di ketinggian 2093 m diatas permukaan laut, nama Dieng sudah mengudara. Bayangan banyak orang bahwa Dieng adalah suatu tempat yang sangat indah, disuguhi pemandangan yang menakjubkan, banyak pepohonan yang berjajar, hamparan tanaman kentang dengan terasiring yang indah dan yang pastinya udaranya sangat dingin seperti di Eropa.

Bagi yang belum pernah ke Eropa jangan berkecil hati, datanglah ke Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah pada musim kemarau bulan Juni - Agustus. Pada bulan tersebut Dieng seperti Dataran Eropa di Indonesia yang mengajak semua mata dan hati untuk menikmati pesonanya.
Hamparan embun es yang begitu luas dengan kabut tipis menghiasi laksana surga kahyangan, sungguh pemandangan yang elok sebelum mentari muncul menyambut para pelancong yang datang. Fenomena ini terjadi setiap tahun di kala musim kemarau tiba.

Pada musim kemarau suhu di Dieng bisa mencapai -3'C. Bagaikan liburan di Eropa kita bisa menyaksikan langsung di Dataran Tinggi Dieng.


Sabtu, 26 Oktober 2013

Telaga Dringo (Ranukumbolonya Dieng)


telaga dringo
salah satu telaga  di dataran tinggi dieng.
merupakan bekas kawah yg meletus pada tahun 1786.
cekungan yang telah mati terisi air hujan dan menjadi telaga yg indah sekarang.
telaga yang berisi berbagai macam ikan dan bisa dipancing. 
cocok untuk hiking dan area camp yang cukup tersembunyi. 
terlihat di jauh gunung sindoro. 
banyak orang yang menggangap telaga ini sebagai ranukumbolonya dieng

Jumat, 25 Oktober 2013

Telaga di Dieng


Di tempat ini terdapat dua Telaga yang saling berdekatan, yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang airnya bersih,bening dan berkilau seperti cermin.Dinamakan telaga Warna, karena permukaan airnya dapat berubah warna, mengikuti cahaya matahari , kadang Telaga ini berwarna biru,hijau, bahkan kadang berubah warna menjadi kekuning-kuningan. Di Dataran Tinggi Dieng masih terdapat beberapa Telaga lain selain Telaga Warna dan Telaga Pengilon yaitu Telaga Balekambang, Telaga Merdada, Telaga Cebong, Telaga Sumurup, Telaga Dringo, telaga Sewiwi dan Telaga Menjer.

Kamis, 24 Oktober 2013

Double Sunrise Dieng di lihat dari dua tempat


Salah satu dari sekian banyak fenomena alam unik dan menarik yang ada di Dataran Tinggi Dieng adalah Matahari terbit yang dapat disaksikan 2 kali dalam sehari (Double Sunrise). Matahari terbit yang pertama (Golden Sunrise) dengan warna kemerah-merahan, dapat di saksikan dari Gunung Sikunir dan Gardu Pandang Tieng. Sedangkan Matahari terbit yang kedua (Silver Sunrise) dengan warna perak keputih-putihan dapat disaksikan dari Komplek Candi Arjuna atau halam Museum Kailasa, selang 25 menit setelah Matahari terbit yang pertama, jika anda menyaksikan Matahari terbit yang pertamanya (Golden Sunrise) dari Gardu Pandang Tieng. Fenomena alam yang unik dan menarik ini terjadi karena topografi atau bentang alam seluruh kawasan Dataran Tinggi Dieng yang di kelilingi oleh Gunung-gunung (Gunung Prahu, Gunung Pakuwaja, Gunung Pangonan dan Gunung Pager Kandang). Untuk berburu kedua-duanya memang butuh perjuangan berat, dimana kita harus bangun pagi-pagi melawan udara Dieng yang dinginnya sampai menusuk tulang, tetapi perjuangan yang berat itu akan segera terbayar lunas manakala kita bisa menyaksikan fenomena alam Dataran Tinggi Dieng yang tidak akan pernah di temukan di belahan bumi manapun, selain di Dataran Tinggi Dieng.

Rabu, 23 Oktober 2013

Golden Sun Rise Sikunir Dieng


Gunung Sikunir Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah tempat favorit yang selalu menjadi prioritas utama bagi wisatawan mancanegara setelah Komplek Candi Arjuna, Telaga Warna dan Kawah Sikidang. Dari puncak gunung ini anda bisa menyaksikan matahari terbit yang terkenal dengan sebutan “Golden Sunrise”. Untuk mencapai puncak Sikunir yang berjarak 6 Km dari Dieng, memang butuh perjuangan yang berat, dimana anda harus bangun pagi-pagi melawan udara Dieng yang super dingin, kemudian Trekking (Jalan Kaki) dari tempat parkir yang letaknya di bawah bukit. Jalan terjal naik turun dan berliku-liku merupakan tantangan tersendiri bagi yang suka berpetualang. Kelap-kelip lampu-lampu yang masih menyala dari pemukiman penduduk yang terlihat dari kejauhan, semakin menambah indahnya suasana. Jika anda berkunjung ke Dataran Tinggi Dieng jangan lewatkan tempat yang satu ini. Sebuah tempat terindah kedua untuk menyaksikan bangunnya sang surya di atap Jawa setelah Bromo.

Selasa, 22 Oktober 2013

Bukit Gunung Perahu Dieng mengingatkan pada Bukit Teletubies




Gunung Prahu adalah sebuah gunung yang terdapat di Dataran Tinggi Dieng tepat di perbatasan Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Berada di koordinat 7°11′13″LU 109°55′22″BT.
Gunung itu merupakan salah satu puncak di Dataran Tinggi Dieng selain Gunung Sipandu, Gunung Pangamun-amun, dan Gunung Juranggrawah ini memiliki ketinggian 2.565 meter di atas paras laut.
Gunung ini memiliki kawasan hutan yang masih asri, indah dan terjaga.

Pemandangan alam membentang di Horison. Dataran rumput berbukit dihiasi pepohonan cemara serta beraneka ragam bunga seperti misalnya bunga Nepenthes atau Kantung semar,Eidelweis,Cantigi, blue Berry,Strawberi hutan -atau yang masyarakat Dataran Tinggi Dieng menyebutnya Ucen Kebo- dan masih banyak tanaman-tanaman unik lainnya benar-benar memanjakan mata.
Pemandangan bukit hijau digunung perahu mengingatkan pada bukit Teletubies, acara ditelevisi yang sempat ngehits beberapa Tahun yang lalu. Hanya saja jauh lebih nyata, lebih alami dan tentunya lebih indah, meskipun di puncak gunung perahu tidak menemukan tinky winky, dipsy, lala dan poo untuk diajak berpelukan.

Senin, 21 Oktober 2013

Pemandangan berbagai macam gunung di lihat dari puncak Sikunir Dieng

Gunung sikunir sudah tidak asing lagi bagi para wisatawan.
Gunung yang terletak di Dataran Tinggi Dieng memiliki ketinggian kurang lebih 2350 mdpl merupakan salah satu keindahan alam yang ada di Indonesia.
Dari atas puncak gunung sikunir para wisatawan bisa melihat panorama Golden Sunrise Dieng.
Di bawah gunung ini terdapat telaga cebong, yang juga merupakan point awal pendakian menuju puncak.

Jarak tempuh menuju Puncak Sikunir memakan waktu sekitar satu hingga satu setengah jam.
Meski jalur pendakian tidak terlalu sulit, disarankan bagi para wisatatawan agar ditemani oleh Tour Guide lokal apalagi jika mendaki di pagi buta mengingat kanan kiri jalur pendakian lumayan curam.
Dari puncak Sikunir ini, selain bisa melihat Sun Rise para wisatawan juga bisa melihat pemandangan sembilan gunung sekaligus yaitu gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung Kembang, gunung Perahu, gunung Merapi, gunung Lawu, gunung Telomoyo, gunung Merbabu, gunung Ungaran.