Selasa, 12 November 2013

Legenda Telaga Warna Dieng














Dataran Tinggi Dieng adalah salah satu Destinasi Wisata di Jawa Tengah yang cukup Populer di Kalangan para Wisatawan Nusantara.  
Dan salah satunya adalah Objek Wisata Alam Telaga Warna yang akan membuat Pandangan anda termanjakan oleh pesona alam tanah para Dewa.
Objek Wisata yang satu ini memiliki luas 39,60 ha. yang merupakan bekas letusan Gunung Purba Dieng yang terjadi pada masa kuarter atau ratusan tahun silam yang kini sudah tidak aktif lagi dan menjadi kantong air hujan.

Berdasarkan dari Catatan Prasasti Sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang Memilh Dieng sebagai Pusat Pendidikan dan Pusat Peribadatan Masyarakat Hindu Kuno di Tanah Jawa sekitar abad ke 8 masehi yaitu pada masa Pemerintahan Raja Rakai Warak Dyah Manara. Dan sampai sekarang pun Dieng masih terselimuti kabut Misteri dan banyak Filosofi yang ada di Gunung Tempat Bersemayamnya Para Dewa ini , dan salah satunya adalah Taman Wisata Alam Telaga Warna yang memiliki Filisofi Tatanan Pesan Moral Jawa.

Makna yang diambil dari warna air yang ada di Telaga Warna yang melambangkan lima unsur Manusia atau disebut juga ” Sedulur Papat Kalima Pancer ” yang berarti bahwa kita manusia yang terlahir dari kandungan seorang ” ibu ” yang kelak akan menjalani kehidupan yang intinya kita harus ingat kepada ” Sang Pencipta ”serta Menghormati ibu dan hidup bermasyarakat menurut ajaran Agama.

Sabtu, 09 November 2013

Keunikan Mistis Di Dataran Tinggi Dieng ( Ruwatan Rambut Gimbal )















Dieng memang dianggap memiliki nuansa mistis. Salah satu keunikan mistis yang bisa di jumpai di Dieng adalah fenomena anak gimbal. Anak-anak asli dataran tinggi Dieng ini memiliki rambut gimbal yang alami dan bukan sengaja dibuat sebagai hair style seperti yang sering kita jumpai.

Penduduk setempat percaya bahwa anak-anak ini merupakan titipan penguasa alam gaib. Mereka juga meyakini bahwa rambut gimbal baru bisa dipotong setelah ada permintaan dari si anak gembel sendiri. Permintaan tersebut harus dituruti, tidak boleh kurang ataupun lebih. Si anak bisa meminta apa saja, belum lagi ritualnya, hal ini jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Meski begitu, mereka tidak berani melanggar mitos ini karena memotong rambut gimbal sebelum waktunya bisa menyebabkan si anak sakit dan rambutnya kembali menjadi gimbal.

Sebelum ritual pemotongan rambut, biasanya dilakukan doa bersama memohon supaya acara berjalan lancar. Kemudian pada malam harinya dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu ritual pencucian benda pusaka untuk kirab upacara keesokan harinya.

Esoknya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.

Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak gimbal di sumur Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat memasuki sumur Sendang Maerokoco tersebut anak-anak gimbal dilindungi payung robyong dan kain panjang di sekitar Sendang Maerokoco. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran rambut gimbal.

Ruwatan rambut gimbal merupakan acara tahunan yang masuk dalam rangkaian Dieng Culture Festival (DCF). Anda beserta keluarga bisa menyaksikan arak-arakan kereta kuda yang membawa anak-anak gimbal ini keliling kampung. Mereka diiringi para abdi berpakaian adat Jawa dan juga diikuti tarian yang dimeriahkan dengan permainan gamelan yang bernuansa tradisi Islam dan Jawa .Penasaran seperti apa ritual cukur gimbal yang penuh aura mistis? Datang saja ke Dieng di bulan Juli.

Jumat, 08 November 2013

Air Terjun Sirawe Dieng ( pesona baru wisata dieng )















Pesona baru wisata Dieng, begitulah para pengunjung menjulukinya. 
Tempat wisata air terjun yang masih perawan ini berlokasi di Dukuh Bitingan, Desa Wisata Kepakisan tak jauh dari lokasi sumber air panas. 
Pesona air terjunnya tak kalah dengan obyek-obyek sejenis yang di temui selama ini. Di ketinggian kurang lebih 70 meter, muntahan air dari sungai rawe itu membentuk pancuran raksasa yang bercampur dengan kabut, sehingga menampilkan pemandangan yang benar-benar mempesona. Gumpalan kabut yang menempel di batu cadas itu tersapu air terjun, bak kain kelambu putih jika dilihat dari kejauhan. 

Perjalanan menuju curug dapat ditempuh dengan motor dan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Jalan menuju curug belum terjamah aspal sehingga perjalanan akan perlu perjuangan. Begitu pula saat harus berjalan kaki menuju curug. Jalan setapak di dalam hutan yang masih rimbun cukup menyulitkan namun tetap bisa dilalui. Setelah hampir setengah jam berjalan akan mulai terdengar suara air mengalir deras.

Ada dua jalur untuk menuju lokasi :
Pertama, menggunakan jip dari Dukuh Pawuhan menuju Dukuh Bitingan, Desa Kepakisan, Batur Banjarnegara. Dari tempat itu, perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki menuju air terjun, lalu ke hutan perawan, kemudian Dukuh Sigemplong (Kabupaten Batang) dan berakhir di Kecamatan Bawang, Batang.
Kedua, langsung berjalan kaki dari Dukuh Pawuhan menuju Dukuh Rejosari-Dukuh Sigemplong (keduanya masuk wilayah Kabupaten Batang), Air Terjun, Hutan Perawan, dan berakhir di Kecamatan Bawang.

Perjalanan menuju Curug Sirawe memang bak memasuki dunia baru, kawasan yang jarang dilewati orang dan jauh berbeda dari kondisi Dataran Tinggi Dieng pada umumnya. Yang ada hanya berupa jalan setapak. Bahkan tak jarang, beberapa ranting atau semak menutup jalur yang akan dilalui.

Berjalan kaki menelusuri hutan, menuju obyek itu jika di nikmati merupakan perjalanan petualangan. Bagi kawula muda yang suka tantangan, asik banget buat lokasi trakking alias menyusuri hutan dengan jalan-jalan santai, sambil belajar mengenal alam dari flora dan fauna yang ada di hutan itu, sekaligus menikmati keindahan ciptaan-Nya. Jalan terjal naik turun dan berliku-liku, justru merupakan tantangan tersendiri bagi yang suka berpetualang.


Selasa, 05 November 2013

Candi Arjuna dan Museum Kaliasa ( kedamaian dan kemesteriusan istana siwa berkepala tiga )

















Kompleks Candi Arjuna memberikan nuansa lain daripada sekedar tempat persembahyangan umat Hindu pada masa lalu. Sedikitnya relief dan prasasti yang mengungkap tentang latar belakang candi ini menjadikannya sebagai salah satu candi paling misterius di Asia

CANDI ARJUNA
Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara

Kekayaan budaya peninggalan kejayaan masa lalu tersebar di setiap penjuru nusantara. Salah satunya adalah kompleks Candi Arjuna yang merupakan salah satu candi tertua di Jawa. Di dalam kompleks ini hanya tinggal 5 candi berusia lebih dari seribu tahun yang masih berdiri dengan kokohnya. Di sore yang cukup dingin itu kompleks candi cukup ramai dengan pengunjung. Wisatawan dari dalam maupun luar negeri berkeliling untuk melihat dari lebih dekat bentuk dan bangunan candi. Suasana terasa santai dan damai. Sekelompok anak muda memanfaatkan tanah lapang di sebelah kanan candi untuk bermain sepak bola.

Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris bernama Van Kinsbergen pada tahun 1814. Berbeda dengan candi-candi lain yang sebagian besar ditemukan terpendam di dalam tanah, candi-candi di dataran tinggi Dieng ini pada waktu itu terendam air rawa-rawa. Proses pengeringan dimulai lebih dari 40 tahun kemudian. Entah siapa yang memberi ide, candi-candi ini kemudian diberi nama sesuai dengan nama-nama tokoh pewayangan oleh penduduk sekitar. Candi utamanya adalah Candi Arjuna, yang berhadapan dengan candi berbentuk memanjang dengan atap limasan yang sering disebut sebagai Candi Semar.

Di sebelah kirinya berdiri berjajar Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Puntadewa memiliki bentuk yang hampir mirip dengan Candi Arjuna, sementara Candi Srikandi dan Candi Sembadra sedikit lebih kecil dan pendek. Berdasarkan cerita penduduk sekitar, Candi Puntadewa berada di tengah-tengah Srikandi dan Sembadra sebagai penengah bagi kedua kakak beradik yang sama-sama menjadi istri dari Arjuna tersebut.

Indahnya taman dengan pohon-pohon cemara dan bunga-bunga di sekeliling kompleks candi menghadirkan nuansa keindahan di tengah kedamaian dan keheningan suasana. Di kejauhan nampak asap putih yang mengepul tiada henti dari kawah-kawah vulkanik yang banyak terdapat di Dieng. Perbukitan dan pegunungan yang mengelilingi menambah kesan damai di hati. Banyak muda-mudi yang memanfaatkan keindahan dan keheningan kompleks candi ini untuk berduaan dengan pasangannya. Berjalan perlahan di tanah berumput yang mengelilingi candi sambil mengagumi keelokan alam ciptaan Tuhan dan menghirup udara segar yang hampir tidak mungkin ditemukan di tengah perkotaan. Tanah berumput itu terasa empuk dan membal. Ternyata benar. Karena dulunya merupakan tanah rawa-rawa maka kandungan air dibawah tanah di sekeliling candi masih cukup tinggi. Sebagai akibatnya, berjalan di atas tanah itu akan terasa seolah berjalan di atas busa.

Trimurti di Candi Srikandi

Kompleks Candi Arjuna merupakan candi hindu tertua di Pulau Jawa yang diperkirakan dibangun pada tahun 809 M dan merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini terlihat dari adanya Lingga dan Yoni di dalam candi utama, serta arca Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya di relung-relung bangunannya. Namun arca-arca ini sekarang ditempatkan di dalam Museum Kaliasa, tidak jauh dari bangunan candi. Secara arsitektur, Candi Arjuna masih dipengaruhi oleh budaya India yang sangat kental. Bentuknya mirip dengan candi di India selatan yang disebut Wimana. Sementara itu Candi Semar kemungkinan besar mengambil bentuk mandapa, yang menjadi bagian dari candi di India, sebagai tempat untuk para peziarah dan festival.

Tidak banyak relief yang ditemukan di kompleks candi ini. Hanya ada relief yang menggambarkan ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu dan Brahma, yang semakin memperkuat bukti bahwa candi ini adalah candi Hindu. Namun anehnya, relief ini tidak dipahatkan pada candi utama. Penggambaran ketiga dewa ini terdapat pada dinding-dinding Candi Srikandi. Sementara dinding candi-candi lainnya nampak polos. Tidak ada satupun dari 12 prasasti yang ditemukan menjelaskan mengenai hal ini. Hanya ada hiasan Kala di pintu masuk candi serta relung tempat arca-arca disemayamkan.

Siwa Berkepala Tiga di Kaliasa

Puas menikmati keindahan dan kedamaian Candi Arjuna, melangkahkan kaki mengikuti jalan setapak yang menuju kearah barat daya. Kurang lebih 10 menit berjalan kaki, sampailah di pelataran sebuah candi kecil yang sering disebut dengan Candi Gatotkaca. Deretan toko dan warung berdiri berjajar di dekatnya, menyediakan berbagai souvenir maupun makanan dan minuman khas Dieng.

Di seberang jalan, di lereng bukit berdiri sebuah museum bernama Museum Kaliasa. Terdapat 4 bangunan dimana dua duantaranya difungsikan sebagai ruang pamer berbagai macam benda dan artefak peninggalan sejarah. Kebanyakan barang yang dipamerkan adalah arca-arca dan batu-batu dari kompleks candi-candi yang ada di Dieng. Yang paling menarik adalah adanya arca Siwa berkepala tiga yang sering disebut dengan Siwa Trisirah. Siwa Trisirah diketahui merupakan bentuk pemujaan terhadap Siwa yang tertua. Selain itu museum ini juga memajang berbagai informasi mengenai kehidupan khas masyarakat asli Dieng, kesenian tradisionalnya, serta informasi mengenai anak gimbal yang fenomenal itu. Juga terdapat sebuah ruang teater untuk memutar film dokumenter mengenai Dieng dan potensi alam maupun budayanya untuk pengunjung yang berjumlah minimal 10 orang.

Keluar dari ruangan museum, berjalan menaiki anak tangga batu menuju ke bangunan yang terletak paling tinggi. Ternyata bangunan ini berfungsi sebagai kafe. Sembari melepas lelah setelah mengelilingi candi dan museum, duduk di dalam kafe sambil menghirup minuman panas dan menikmati pemandangan Dataran Tinggi Dieng yang mempesona dari jendela sungguh sayang untuk dilewatkan.bagai kafe. Sembari melepas lelah setelah mengelilingi candi dan museum, duduk di dalam kafe sambil menghirup minuman panas dan menikmati pemandangan Dataran Tinggi Dieng yang mempesona dari jendela sungguh sayang untuk dilewatkan.

Sabtu, 02 November 2013

Kawah Candradimuka ( cerita di pewayangan )













Barangkali pernah mendengar perihal Kawah Candradimuka di cerita pewayangan, yaitu tempat GatutKaca diJedi (rebus) sehingga memperoleh kesaktian Otot Kawat Tulang Besi. Kurang lebih demikianlah legenda mengenai Kawah ini.

Kawah Candradimuka terletak di atas bukit dikelilingi pemandangan lembah alami nan Eksotis  khas Dataran Tinggi Dieng, sekitar 6 Kilometer dari kawasan Wisata utama Komplek Candi Arjuna, tepatnya di desa Pekasiran Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.

Kawah ini termasuk Kawah Aktif. dari Dalam Kawah masih sering muncul Semburan Gas namun Tidak berbahaya. Kondisi Kawah yang cukup Luas memudahkan pengunjung untuk melihat pemandangan Kawah Candradimuka beserta aktivitasnya dari berbagai sudut pandang dan jarak relatif dekat.